PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Generasi kita berada di tengah krisis global yang
sedemikian kompleks dan multi-dimensional, yang segi-seginya sudah merambah
setiap sudut kehidupan kita, bahkan sampai ke dalam krisis moral, intelektual
dan spiritual. Dunia membutuhkan figur yang mempunyai kesadaran diri tinggi dan
kepedulian akan lingkungannya demi menyelesaikan berbagai permasalahan yang
muncul, terutama dalam segi krisis spiritual. Mengapa? Karena krisis moral yang
merambah seluruh aspek kehidupan berasal dan bermuara pada krisis spiritual
yang bersumber dari dalam diri kita. Sebenarnya, setiap individu mempunyai
pengetahuan dan kemampuan secara rohaniah sebagai bekal untuk menghadapi
berbagai persoalan dan permasalahan dalam menjalani kehidupan, yang disebut
kecerdasan spiritual.
Sampai saat ini, belum banyak penelitian
tentang kecerdasan spiritual manusia yang digambarkan secara lugas. Pelaksanaan
dan penerapannya pun juga belum dilakukan secara optimal dalam masyarakat.
Itulah salah satu penyebab kurang disiplinnya masyarakat Indonesia.
Pelaksanaan fungsi SQ
cukup efektif bila diselaraskan dengan pendidikan. SMA Lazuardi GIS merupakan
salah satu sekolah Islam yang dalam pelaksanaannya mengutamakan akhlak dan
disiplin. Tentu hal itu tidak serta merta tercapai apabila kecerdasan spiritual
siswanya tidak diasah dengan baik. Kondisi itulah yang melatarbelakangi
pengambilan judul karya ilmiah ini. Berdasarkan
fungsi SQ sebagai penghalang untuk
melakukan tindakan yang kurang bermanfaat (dalam kasus ini berkaitan dengan
kedisiplinan), maka akan dibahas lebih lanjut mengenai pengaruh kecerdasan
spiritual terhadap persepsi dan perilaku disiplin siswa angkatan 11 dan 12 SMA Lazuardi
GIS.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Apakah tingkat
kecerdasan spiritual memengaruhi persepsi siswa tentang kedisiplinan?
2.
Apakah persepsi yang
muncul berdasarkan tingkat kecerdasan spiritual tersebut memengaruhi perilaku
disiplin yang nampak pada dirinya?
C.
Tujuan
penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui
apakah tingkat kecerdasan spiritual dapat memengaruhi persepsi seseorang
tentang kedisiplinan.
2.
Untuk mengetahui
apakah persepsi yang muncul berdasarkan tingkat kecerdasan spiritual tersebut
memengaruhi perilaku disiplin yang nampak pada dirinya.
C.
Manfaat
penelitian
Manfaat dari penelitian ini bagi siswa, guru, dan orang tua
adalah untuk mengenal lebih jauh tentang kecerdasan spiritual yang dimiliki
manusia beserta pengaruhnya dalam hal kedisiplinan. Sekaligus sebagai motivasi
untuk mengasah kecerdasan spiritual dan membangun karakter positif agar
nantinya tercipta individu yang produktif.
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Pada zaman sekarang, kecerdasan
intelektual (IQ) sudah tuntas dibahas oleh para ilmuwan dunia,
dan bahkan cukup banyak lembaga yang berperan untuk mengetahui IQ seseorang. Lalu bagaimana dengan kecerdasan spiritual (SQ)
yang pertama kali digagaskan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall dan
didefinisikan sebagai kecerdasan tertinggi manusia?
Secara
harfiah, kecerdasan berasal dari kata cerdas, yaitu sempurna perkembangan akal
budi untuk berpikir dan mengerti. Sedangkan spiritual berasal dari kata spirit yang berasal dari bahasa latin
yaitu spirtus yang berarti nafas.
Dalam kamus psikologi, spirit adalah
suatu zat atau makhluk immaterial, biasanya bersifat ketuhanan
menurut aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri karakteristik manusia,
kekuatan, tenaga, semangat, vitalitas energi disposisi, moral atau motivasi. (Susanti,
2006).

Pada
dasarnya, manusia merupakan mahluk spiritual. Itulah sebabnya manusia memiliki
kemampuan dan sering terdorong oleh kebutuhannya untuk menanyakan hal-hal pokok
dan mendasar, seperti “Apakah makna kehidupan yang sebenarnya?” “Kemanakah saya
setelah meninggal dunia?” dan lain-lain (Nafis, 2004). Kutipan di atas
menunjukkan bahwa kebahagiaan dan ketenangan jiwa tidak selalu berhubungan
dengan kemajuan ekonomi, ilmu pengetahuan, maupun teknologi.
Sebaliknya,
mereka yang mementingkan keberhasilan di jalan “vertikal” cenderung berpikir
bahwa kesuksesan di dunia dapat dengan mudah ‘dimarginalkan’. Hasilnya, mereka
unggul dalam kekhusyukan zikir namun menjadi kalah dalam percaturan ekonomi,
ilmu pengetahuan, sosial, politik dan perdagangan di area “horizontal”. Maka dari itu, diperlukan keseimbangan antara
pemikiran alam kebendaan dan kekuatan spiritual.
Kecerdasan
spiritual dapat diperoleh melalui jalan-jalan yang berkaitan dengan integritas
diri, penghormatan (komitmen) pada hidup, dan penyebaran kasih sayang dan
cinta. Hal-hal tersebut tidak berkaitan langsung dengan ritual agama. Bukan
berarti ritual itu tidak penting, namun butuh kesadaran dan pembelajaran lebih
lanjut untuk kemudian mengenal hakikat dari ibadah itu sendiri. Jangan sampai
kita memperdebatkan perihal ritual suatu ibadah dan berujung pada perpecahan.
Alangkah indahnya apabila tercipta suatu masyarakat yang mempunyai toleransi
tinggi terhadap suatu ritual, namun tetap memegang teguh makna hakiki dari
ibadah itu sendiri.
Dengan
demikian berarti orang yang cerdas secara spiritual adalah orang yang mampu
mengaktualisasikan nilai-nilai ilahiah sebagai manifestasi dari aktifitasnya
dalam kehidupan sehari-hari dan berupaya mempertahankan keselarasan dalam
kehidupannya, sebagai wujud dari pengalamannya terhadap tuntutan fitrahnya
sebagai makhluk yang memiliki ketergantungan terhadap kekuatan yang berada diluar
jangkauan dirinya yaitu Sang Maha Pencipta. (Agustian, 2006)
1. Ciri-ciri
Kecerdasan Spiritual
Roberts
A. Emmons sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, ada lima ciri orang yang
cerdas secara spiritual, yaitu:
- Kemampuan
untuk mentransendensikan yang fisik dan material.
- Kemampuan
untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak.
- Kemampuan
untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari.
- Kemampuan
untuk menggunakan sumber-sumber spiritual untuk menyelesaikan masalah.
- Kemampuan
untuk berbuat baik, yaitu memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama
makhluk Tuhan seperti memberi maaf, bersyukur atau mengungkapkan terima
kasih, bersikap rendah hati, menunjukkan kasih sayang dan kearifan.
Menurut
Marsha Sinetar, pribadi yang memiliki kecerdasan spiritual mempunyai kesadaran
diri yang mendalam, intuisi dan kekuatan “otoritas” tinggi, kecenderungan
merasakan “pengalaman puncak” dan bakat-bakat “estetis”. (Susanti, 2006).
2. Indikator
Kecerdasan Spiritual
Menurut Danah Zohar, kecerdasan
spiritual dapat diukur melalui beberapa indikator, yaitu:
a.
Siswa mampu bersikap fleksibel
b.
Mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi.
c.
Mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan
memanfaatkan penderitaan.
d.
Mampu untuk menghadapi dan melampaui
rasa sakit.
e.
Mempunyai kualitas hidup yang diilhami
oleh visi dan nilai.
f.
Memiliki rasa enggan untuk melakukan
kerugian yang tidak perlu.
g.
Memiliki kecenderungan untuk melihat
keterkaitan antara berbagai hal.
h.
Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi,
seperti bertanya “mengapa?” atau “bagaimana?”
i.
Memiliki kemudahan untuk bekerja dalam
bidang mandiri.
3. Fungsi
Kecerdasan Spiritual
Beberapa
fungsi kecerdasan spiritual antara lain:
- Mendidik
hati menjadi benar, karena pendidikan sejati adalah pendidikan hati yang
tidak saja meningkatkan segi-segi kognitif intelektual, tetapi juga
segi-segi kualitas psikomotorik dan kesadaran spiritual yang reflektif
dalam kehidupan sehari-hari.
- Mengantarkan
kepada kesuksesan. Selama perbuatan kita sesuai dengan kata hati, maka
akan muncul kepuasan dan berakhir dengan kesuksesan yang gemilang.
- Menguatkan
hubungan manusia dengan Tuhan. Allah akan menjadikan hati seseorang
cenderung kepada-Nya. Jadi, kondisi spiritual seseorang berpengaruh
terhadap kemudahannya menjalani kehidupan.
- Membimbing
kita untuk meraih kebahagiaan hidup hakiki, yaitu cinta kepada Tuhan, doa,
dan kebajikan.
- Mengarahkan
hidup kita agar menjadi lebih bermakna. Zohar dan Marshall (2000)
menggambarkan orang yang memiliki SQ
sebagai orang yang mampu bersikap fleksibel, mampu beradaptasi secara
spontan dan aktif, mempunyai kesadaran diri tinggi, dan memiliki visi dan
prinsip nilai.
- Dalam
pengambilan keputusan, cenderung akan mengambil keputusan yang terbaik,
yaitu keputusan spiritual. Dimana seseorang akan mengedepankan sifat-sifat
Ilahiah dan mengikuti suara hati.
- Landasan
yang diperlukan untuk mengefektifkan fungsi IQ dan EQ, karena
kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi manusia. Artinya,
memang penting perannya dalam kehidupan manusia, yaitu agar dapat
memanfaatkan teknologi demi efisiensi dan efektifitas serta meningkatkan
kinerja. (Susanti, 2006).
B.
Pengertian Persepsi
Dunia ini dipenuhi dengan objek dan peristiwa yang mengombinasi
dan menciptakan arus informasi. Meskipun sebagian dari informasi itu tidaklah
berhubungan langsung dengan rutinitas kita sehari-hari, tetapi informasi
tersebut merupakan informasi yang sangat penting. Untuk memanfaatkan informasi
tersebut dengan efektif, manusia dianugerahi “alat” yang dapat menangkap serta
menerjemahkan sebuah informasi ke dalam istilah pada sistem saraf, yaitu
indera. Indera kemudian membuat stimulus terhadap suatu objek yang disebut
persepsi.
Cara kerja persepsi didahului oleh penginderaan. Alat indera
merupakan penghubung antara individu dengan dunia luar. Persepsi merupakan
stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian
diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang
diindera. Dengan kata lain, persepsi
adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak
manusia. Persepsi merupakan keadaan terintegrasi dari individu terhadap
stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan,
dan pengalaman individu akan ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi.
Otak merupakan pemeran utama dalam pembentukan
persepsi. Untuk memahami persepsi secara keseluruhan, kita harus terlebih
dahulu memahami bentuk dan sifat dari suatu objek. Untuk menggambarkan
bagaimana persepsi kita terhadap suatu objek, kita harus mampu mendeteksi,
mengelompokkan, dan mengenali objek tersebut dengan indera. (Sekuler, 2002: 1)
Gibson (1989) dalam buku Perilaku dan Manajemen Organisasi,
memberikan definisi persepsi sebagai proses kognitif yang dipergunakan oleh
individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya. Ia juga menjelaskan
bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh
individu. Oleh karena itu, setiap individu dapat memberikan arti kepada
stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat situasi
tertentu seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri. (http://www.duniapsikologi.com)
Persepsi menghubungkan kita dengan dunia, dan membentuk
pengetahuan tentang dunia. Jika kita mempunyai pengetahuan yang luas, maka akan
mudah untuk membedakan yang baik dan yang buruk, yang aman dan yang berbahaya,
serta memprediksikan konsekuensi dari aksi yang kita lakukan. Sebuah persepsi
tidak harus menunjukkan pandangan yang sempurna terhadap suatu objek, namun
pandangan yang berguna, yang dapat mengarahkan kita untuk bertindak secara
efektif. (Sekuler, 2002: 2)
C. Pengertian Disiplin
Kata disiplin berasal dari bahasa Inggris yaitu disciple. Namun, akar kata tersebut
berasal dari bahasa Latin yaitu discipulus. Dari beberapa buku, didapat
beberapa definisi disiplin yang dirumuskan oleh para ahli, diantaranya sebagai
berikut:
a) Training
that develops self control, character, or orderliness and efficiency, b) strict
control to enforce obedience, and c) the result of such training or control;
specifically a self control or orderly conduct.
(Battleheim,
1988: 98 dalam Dantjie, 1990)
…One who learn from
voluntary follows a leader.
(Hurlock,
1980: 251 dalam Dantjie, 1990)
The popular concept of
discipline is synonymous with punishment …discipline is used only when the
child violates the rules and regulation set down by parents, teachers, or
adults in charge of affairs of community in which the child lives.
(Hurlock,
1981: 392 dalam Dantjie, 1990)
Ada
pula pendapat yang mengungkapkan disiplin sebagai suatu sikap mental untuk mematuhi
aturan atau tata tertib, dan mengendalikan diri, menyesuaikan diri terhadap
aturan-aturan yang berasal dari luar sekalipun yang mengekang, dan menunjukkan
kesadaran akan tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban.
Dari
pengertian disiplin yang berbeda-beda dapat disimpulkan bahwa secara umum,
disiplin adalah kepatuhan pada peraturan yang telah ditetapkan. Sedangkan
pengertian disiplin sekolah adalah kepatuhan siswa pada peraturan yang telah
ditetapkan oleh guru atau orang dewasa yang berkuasa di sekolah tempat dia
berada. (Haryati, 2004)
1.
Fungsi Disiplin
Beberapa fungsi disiplin menurut Tulus Tu’u (2004:
38) antara lain:
a.
Menata kehidupan bersama. Fungsi
disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia, dalam kelompok tertentu atau
dalam masyarakat.
b.
Membangun kepribadian. Lingkungan yang
berdisiplin baik sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang.
c.
Melatih kepribadian. Sikap dan perilaku
yang baik tidak serta-merta terbentuk dalam waktu singkat, namun membutuhkan
proses pelatihan dalam waktu yang lama.
d.
Menciptakan lingkungan yang kondusif.
Maka dari itu, dibutuhkan aturan dan tata tertib dalam suatu lingkungan yang wajib
dipatuhi oleh anggotanya.
2.
Indikator Disiplin
Berikut
adalah indikator disiplin dalam belajar di sekolah:
a. Patuh terhadap aturan sekolah atau
lembaga pendidikan.
b. Tidak menyuruh orang untuk bekerja
demi dirinya.
c. Tepat waktu dalam belajar mengajar.
d. Menerima, menganalisis dan mengkaji
berbagai pembaharuan pendidikan.
e. Berusaha menyesuaikan diri dengan
situasi dan kondisi pendidikan yang ada.
f. Menguasai diri dan instrospeksi. (http://id.shvoong.com)
Berkaitan dengan judul
penelitian ini, maka akan dijelaskan mengenai disiplin dalam belajar di
sekolah. Pengertian disiplin dalam belajar di sekolah adalah keseluruhan sikap
dan perbuatan siswa yang timbul dari kesadaran dirinya untuk belajar, dengan
menaati dan melaksanakan sebagai siswa dalam berbagai kegiatan belajarnya di
sekolah, sesuai dengan peraturan yang ada, yang didukung oleh adanya kemampuan
guru, fasilitas, sarana dan prasarana sekolah.
Perilaku
disiplin belajar siswa di sekolah dapat dibedakan menjadi empat macam, ialah:
- Disiplin
siswa dalam masuk sekolah.
- Disiplin
siswa dalam mengerjakan tugas.
- Disiplin
siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah.
- Disiplin
siswa dalam menaati tata tertib di sekolah. (Susilowati, 2005)
D.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan
teori yang didapat tentang kecerdasan spiritual, persepsi dan disiplin,
hipotesis sementara penelitian ini adalah kecerdasan spiritual berpengaruh
terhadap persepsi dan perilaku disiplin siswa.


A.
Desain
Penelitian
Penelitian dengan judul
“Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Persepsi dan Perilaku Disiplin Siswa
SMA Lazuardi GIS Angkatan 11 dan 12” ini menggunakan metode kuantitatif
deskriptif dengan penyebaran kuisioner kepada 32 sampel yang dilakukan pada
tanggal 22 Oktober 2012.
B.
Populasi
dan Sampel Penelitian
Populasi
dari penelitian ini adalah siswa SMA Lazuardi GIS angkatan 11 dan 12. Sedangkan
sampel penelitiannya adalah 16 siswa dari angkatan 11 dan 16 siswa dari angkatan
12.
Seluruh sampel dibagi
menjadi dua kategori, yaitu kategori A, terdiri dari 16 siswa yang berdasarkan
pantauan guru dan teman-teman memiliki kedisiplinan aktivitas spiritual yang
cukup tinggi, dan kategori B, terdiri dari 16 siswa yang memiliki kedisiplinan
aktivitas spiritual yang cenderung di batas rata-rata.
Dikatakan memiliki
kedisiplinan aktivitas spiritual cukup tinggi apabila dalam kesehariannya siswa
menunjukkan sikap sopan, rendah hati, halus dalam bertutur kata, pergaulannya
terjaga, rajin dalam pelajaran akademik, dan taat dalam beribadah melebihi
siswa lainnya.
C. Instrumentasi dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode kuisioner
(penyebaran angket). Sampel dari penelitian ini
adalah 16 siswa dari angkatan 11 dan 16 siswa dari angkatan 12. Pemilihan
sampel dilakukan berdasarkan tingkat kedisiplinan aktivitas spiritual siswa
yang terlihat dari kegiatan dan perilaku sehari-hari. Sampel yang seluruhnya
berjumlah 32 terdiri dari 16 siswa dengan tingkat kedispilinan aktivitas
spiritual yang cukup tinggi, dan 16 siswa dengan tingkat kedisplinan aktivitas spiritual
yang cenderung di batas rata-rata. Data didapatkan dari pantauan keseharian
siswa oleh sejumlah guru dan teman. Adapun data yang diambil dari
masing-masing sampel adalah sebagai berikut:
Tabel
1. Kisi-Kisi
Instrumen Penelitian
No.
|
Indikator
|
Jumlah Soal
|
Nomor Soal
|
1.
|
Siswa
mampu bersikap fleksibel.
|
3
|
1, 2, 3
|
2.
|
Mempunyai
tingkat kesadaran yang tinggi.
|
3
|
15, 16, 19
|
3.
|
Mempunyai
kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
|
3
|
6, 23, 24
|
4.
|
Mampu
untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit.
|
3
|
20, 21, 22
|
5.
|
Mempunyai
kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai.
|
3
|
7, 14, 18
|
6.
|
Memiliki
rasa enggan untuk melakukan kerugian yang tidak perlu.
|
3
|
4, 8, 10
|
7.
|
Memiliki
kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal.
|
3
|
9, 25, 27
|
8.
|
Memiliki
rasa ingin tahu yang tinggi, seperti bertanya “mengapa?” atau “bagaimana?”
|
3
|
11, 12, 17
|
9.
|
Memiliki
kemudahan untuk bekerja dalam bidang mandiri.
|
3
|
5, 13, 26
|
Indikator kecerdasan spiritual yang dikemukakan oleh
Danah Zohar ini menjadi acuan dalam pembuatan angket. Masing-masing indikator
dikembangkan menjadi tiga pertanyaan yang juga dikaitkan dengan persepsi dan
indikator kedisiplinan.
D.
Prosedur
Penelitian
Berikut ini akan
diuraikan prosedur kerja dari penelitian:
1.
Membuat
27 pertanyaan dari 9 indikator kecerdasan spiritual yang dikemukakan oleh Danah
Zohar dan dihubungkan dengan persepsi serta indikator kedisiplinan.
2.
Melakukan
observasi perihal siswa yang akan dijadikan sampel.
3.
Membagi
responden menjadi dua kategori, yaitu kategori A untuk 16 siswa yang mempunyai
kedisiplinan aktivias spiritual yang cukup tinggi, dan kategori B untuk 16
siswa yang mempunyai kedisplinan aktivitas spiritual yang cenderung di batas
rata-rata.
4.
Menyebarkan
angket yang berisi 27 pertanyaan seputar hubungan kecerdasan spiritual dengan
persepsi siswa terhadap kedisiplinan.
5.
Menghitung
persentase dari seluruh data yang telah terkumpul.
6.
Menganalisis
data dan mengaitkannya dengan teori yang telah didapat.
E.
Analisis
Data
Penelitian ini dianalisis dengan cara menghubungkan
indikator kecerdasan spiritual dengan indikator disiplin yang dirubah ke dalam
bentuk pertanyaan. Setelah data diperoleh, akan dianalisis sesuai aturan
berikut:
1. Ya
2. Ya
3. Tidak
4. Ya
5. Tidak
6. Tidak
7. Ya
8. Tidak
9. Ya
10. Tidak
11. Ya
12. Ya
13. Ya
14. Tidak
15. Ya
16. Ya
17. Tidak
18. Ya
19. Ya
20. Ya
21. Tidak
22. Ya
23. Tidak
24. Tidak
25. Tidak
26. Tidak
27. Ya

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian
Setelah melakukan penelitian, data yang telah diperoleh dibagi
menjadi dua tabel, yaitu untuk 16 siswa pertama yang memiliki kedisiplinan
aktivitas spiritual cukup tinggi (kategori A) dan 16 siswa yang memiliki
kedisiplinan aktivitas spiritual yang cenderung di batas rata-rata (kategori
B). Hasil persentase dari data yang
didapat adalah sebagai berikut:

No.
|
Indikator
|
Ya
|
Tidak
|
1.
|
Saya mudah beradaptasi di lingkungan
baru.
|
62,5%
|
37,5%
|
2.
|
Saya menerima dan setuju dengan
peraturan baru yang dibuat sekolah.
|
93,75%
|
6,25%
|
3.
|
Saya sulit mempresentasikan sesuatu
secara spontan
|
56,25%
|
43,75%
|
4.
|
Saya cenderung menerima suatu
peraturan meski berat, dari pada melanggarnya
|
93,75%
|
6,25%
|
5.
|
Saya cenderung menunggu bantuan dari
orang lain untuk bangkit dari keterpurukan.
|
25%
|
75%
|
6.
|
Saya tidak suka apabila sekolah
menambah peraturan.
|
56,25%
|
43,75%
|
7.
|
Saya berusaha untuk fokus pada apa
yang menjadi cita-cita saya.
|
93,75%
|
6,25%
|
8.
|
Saya lebih suka disebut ‘trouble maker’ dari pada ‘nerd’
|
0%
|
100%
|
9.
|
Saya menyadari adanya hubungan erat
antara kedisiplinan dan kesuksesan di masa depan.
|
100%
|
0%
|
10.
|
Saya secara sengaja melakukan
pelanggaran karena hal tersebut mengasyikkan.
|
6,25%
|
93,75%
|
11.
|
Saya selalu bertanya apabila tidak
mengerti terhadap suatu hal.
|
81,25%
|
18,75%
|
12.
|
Saya selalu ingin mengetahui apa
tujuan dari peraturan yang dibuat sekolah.
|
100%
|
0%
|
13.
|
Saya memiliki kemauan untuk belajar
sendiri tanpa diperintah orang tua.
|
75%
|
25%
|
14.
|
Saya lebih suka menjalani hidup yang
mengalir sesuai kemana arus membawa.
|
25%
|
75%
|
15.
|
Bila melakukan pelanggaran, saya sadar
akan kesalahan saya dan siap menerima konsekuensi.
|
93,75%
|
6,25%
|
16.
|
Saya selalu menempatkan barang pada
tempatnya.
|
50%
|
50%
|
17.
|
Saya akan menjalani peraturan meskipun
saya tidak tahu manfaatnya.
|
43,75%
|
56,25%
|
18.
|
Saya mempunyai seseorang atau sesuatu
yang memotivasi saya.
|
93,75%
|
6,25%
|
19.
|
Saya selalu belajar dari kesalahan di
masa lalu.
|
93,75%
|
6,25%
|
20.
|
Saya cenderung melawan rasa malas demi
mengerjakan tugas sebelum deadline.
|
81,25%
|
18,75%
|
21.
|
Saya sangat merasa down apabila ada yang mengkritik hasil
kerja saya.
|
37,5%
|
62,5%
|
22.
|
Saya tetap masuk sekolah walaupun
kondisi badan sedikit tidak fit.
|
87,5%
|
12,5%
|
23.
|
Saya lebih baik lari dari pada harus
menghadapi masalah berat di hadapan saya
|
0%
|
100%
|
24.
|
Saya menunda tugas sekolah sampai mendekati
deadline demi bersantai-santai.
|
18,75%
|
81,25%
|
25.
|
Menurut saya, kedisiplinan tidak ada
hubungannya dengan prestasi akademik.
|
18,75%
|
81,25%
|
26.
|
Saya suka bangun siang, meski tahu
nantinya akan dihukum bila terlambat masuk sekolah.
|
6,25%
|
93,75%
|
27.
|
Menurut saya, kecerdasan spiritual
seseorang berpengaruh pada tingkat kedisplinannya.
|
100%
|
0%
|
Tabel 3. Hasil Persentase
Jawaban Kategori B
No.
|
Indikator
|
Ya
|
Tidak
|
1.
|
Saya mudah beradaptasi di lingkungan
baru.
|
62,5%
|
37,5%
|
2.
|
Saya menerima dan setuju dengan
peraturan baru yang dibuat sekolah.
|
56,25%
|
43.75%
|
3.
|
Saya sulit mempresentasikan sesuatu
secara spontan
|
68,75%
|
31,25%
|
4.
|
Saya cenderung menerima suatu
peraturan meski berat, dari pada melanggarnya
|
50%
|
50%
|
5.
|
Saya cenderung menunggu bantuan dari orang
lain untuk bangkit dari keterpurukan.
|
31,25%
|
68,75%
|
6.
|
Saya tidak suka apabila sekolah
menambah peraturan.
|
81,25%
|
18,75%
|
7.
|
Saya berusaha untuk fokus pada apa
yang menjadi cita-cita saya.
|
100%
|
0%
|
8.
|
Saya lebih suka disebut ‘trouble maker’ dari pada ‘nerd’
|
37,5%
|
62,5%
|
9.
|
Saya menyadari adanya hubungan erat
antara kedisiplinan dan kesuksesan di masa depan.
|
75%
|
25%
|
10.
|
Saya secara sengaja melakukan
pelanggaran karena hal tersebut mengasyikkan.
|
25%
|
75%
|
11.
|
Saya selalu bertanya apabila tidak
mengerti terhadap suatu hal.
|
81,25%
|
18,75%
|
12.
|
Saya selalu ingin mengetahui apa
tujuan dari peraturan yang dibuat sekolah.
|
62,5%
|
37,5%
|
13.
|
Saya memiliki kemauan untuk belajar
sendiri tanpa diperintah orang tua.
|
62,5%
|
37,5%
|
14.
|
Saya lebih suka menjalani hidup yang
mengalir sesuai kemana arus membawa.
|
31,25%
|
68,75%
|
15.
|
Bila melakukan pelanggaran, saya sadar
akan kesalahan saya dan siap menerima konsekuensi.
|
93,75%
|
6,25%
|
16.
|
Saya selalu menempatkan barang pada
tempatnya.
|
50%
|
50%
|
17.
|
Saya akan menjalani peraturan meskipun
saya tidak tahu manfaatnya.
|
18,75%
|
81,25%
|
18.
|
Saya mempunyai seseorang atau sesuatu
yang memotivasi saya.
|
93,75%
|
6,25%
|
19.
|
Saya selalu belajar dari kesalahan di
masa lalu.
|
87,5%
|
12,5%
|
20.
|
Saya cenderung melawan rasa malas demi
mengerjakan tugas sebelum deadline.
|
50%
|
50%
|
21.
|
Saya sangat merasa down apabila ada yang mengkritik hasil
kerja saya.
|
25%
|
75%
|
22.
|
Saya tetap masuk sekolah walaupun
kondisi badan sedikit tidak fit.
|
68,75%
|
31,25%
|
23.
|
Saya lebih baik lari dari pada harus
menghadapi masalah berat di hadapan saya
|
18,75%
|
81,25%
|
24.
|
Saya menunda tugas sekolah sampai
mendekati deadline demi
bersantai-santai.
|
43,75%
|
56,25%
|
25.
|
Menurut saya, kedisiplinan tidak ada
hubungannya dengan prestasi akademik.
|
31,25%
|
68,75%
|
26.
|
Saya suka bangun siang, meski tahu
nantinya akan dihukum bila terlambat masuk sekolah.
|
31,255
|
68,75%
|
27.
|
Menurut saya, kecerdasan spiritual
seseorang berpengaruh pada tingkat kedisplinannya.
|
93,5%
|
6,25%
|
Hasil
persentase pada tabel di atas didapat dari perhitungan jumlah siswa yang
memilih jawaban "Ya” atau “Tidak” sesuai aturan indikator, dibagi jumlah
keseluruhan yaitu 16 siswa untuk masing-masing tabel, dikali 100%. Selanjutnya
akan dibahas satu per satu mengenai hasil akhir penelitian berdasarkan teori
yang telah didapat.
Pertanyaan
nomor 1, 2 dan 3 adalah pengembangan dari indikator “Siswa mampu bersikap
fleksibel”. Rata-rata responden yang memilih jawaban sesuai aturan indikator
dalam tabel A adalah 66,7% sementara dalam tabel B 50%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan siswa kategori A dalam bersikap fleksibel lebih
tinggi dibandingkan dengan siswa kategori B.
Pertanyaan
nomor 15, 16, dan 19 merupakan pengembangan dari indikator “Siswa mempunyai
tingkat kesadaran yang tinggi”. Rata-rata responden yang memilih jawaban sesuai
aturan indikator dalam tabel A sebanyak 79% sementara dalam tabel B sebanyak
77%. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesadaran yang dimiliki siswa
kategori A lebih tinggi dibandingkan siswa kategori B.
Pertanyaan
nomor 6, 23 dan 24 merupakan pengembangan dari indikator “Siswa mempunyai
kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan”. Rata-rata responden
yang memilih jawaban sesuai aturan indikator dalam tabel A sebanyak 75%
sementara dalam tabel B sebanyak 52%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan
untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan yang dimiliki siswa kategori A
lebih tinggi dibandingkan siswa kategori B.
Pertanyaan
nomor 20, 21 dan 22 merupakan pengembangan dari indikator “Siswa mampu
menghadapi dan melampaui rasa sakit”. Rata-rata responden yang memilih jawaban
sesuai aturan indikator dalam tabel A sebanyak 77% sementara dalam tabel B
sebanyak 64,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan untuk menghadapi dan
mempaui rasa sakit yang dimiliki siswa kategori A lebih tinggi dibandingkan
siswa kategori B.
Pertanyaan
nomor 7, 14 dan 18 merupakan pengembangan dari indikator “Siswa mempunyai
kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai”. Rata-rata responden yang
memilih jawaban sesuai aturan indikator dalam tabel A sebanyak 87,5% begitu
juga dengan siswa kategori B. Hal tersebut menunjukkan bahwa visi dan nilai
yang menjadi kualitas hidup siswa kategori A sama dengan siswa kategori B.
Pertanyaan
nomor 4, 8 dan 10 merupakan pengembangan dari indikator “Siswa memiliki rasa enggan
untuk melakukan kerugian yang tidak perlu”. Rata-rata responden yang memilih
jawaban sesuai aturan indikator dalam tabel A sebanyak 95,3% sementara dalam
tabel B sebanyak 62,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa rasa enggan untuk
melakukan kerugian yang dimiliki siswa kategori A lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa kategori B. Perbedaannya terlihat cukup signifikan.
Pertanyaan
nomor 9, 25 dan 27 merupakan pengembangan dari indikator “Siswa memiliki
kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (pandangan
holistik)”. Rata-rata responden yang memilih jawaban sesuai aturan indikator
dalam tabel A sebanyak 93,7% sementara dalam tabel B sebanyak 79%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kecenderungan berpikir holistik siswa kategori A lebih tinggi
dibandingkan siswa kategori B.
Pertanyaan
nomor 11, 12 dan 17 merupakan pengembangan dari indikator “Siswa memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi”. Rata-rata responden yang memilih jawaban sesuai aturan
indikator dalam tabel A sebanyak 79% sementara dalam tabel B sebanyak 75%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa rasa ingin tahu yang dimiliki siswa kategori A lebih
tinggi dibandingkan siswa kategori B.
Pertanyaan
nomor 5, 13 dan 26 merupakan pengembangan dari indikator “Siswa memiliki
kemudahan untuk bekerja dalam bidang mandiri”. Rata-rata responden yang memilih
jawaban sesuai aturan indikator dalam tabel A sebanyak 81,3% sementara dalam
tabel B sebanyak 66,7%. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa kategori A lebih
mudah untuk bekerja dalam bidang mandiri dibandingkan dengan siswa kategori B.
B.
Pembahasan
Berdasarkan
hasil dari perhitungan data diatas, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan,
siswa kategori A memiliki tingkat kedisiplinan yang lebih tinggi dari siswa
kategori B. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata jawaban siswa kategori A
yang kecenderungan memenuhi indikatornya lebih tinggi. Di bawah ini akan
dibahas mengenai hubungan antara perilaku disiplin siswa berdasarkan jawaban
angket dengan indikator kecerdasan spiritual.
Tabel
4. Rata-Rata Hasil Penelitian
No.
|
Indikator
|
Kategori
A
|
Kategori
B
|
1.
|
Bersikap fleksibel dalam menjalankan disiplin.
|
66,7%
|
50%
|
2.
|
Tingkat kesadaran tinggi.
|
79%
|
77%
|
3.
|
Menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
|
75%
|
52%
|
4.
|
Menghadapi dan melampaui rasa sakit.
|
77%
|
64,5%
|
5.
|
Mempunyai visi dan nilai.
|
87,5%
|
87,5%
|
6.
|
Enggan untuk melakukan kerugian.
|
95,3%
|
62,5%
|
7.
|
Berpikiran holistik.
|
93,7%
|
79%
|
8.
|
Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
|
79%
|
75%
|
9.
|
Memiliki kemudahan untuk bekerja dalam bidang
mandiri
|
81,3%
|
66,7%
|
Dari indikator pertama, tabel diatas menunjukkan sebanyak 66,7% siswa kategori A dapat bersikap fleksibel dalam menjalankan disiplin di sekolah, sementara kategori B 50%. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa siswa dengan kecerdasan spiritual yang cukup tinggi akan lebih mudah untuk bersikap fleksibel, termasuk dalam menjalani disiplin dan aturan sekolah. Apabila siswa dapat bersikap fleksibel, maka akan mudah untuk beradaptasi di lingkungan baru dan menerima peraturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Dari
indikator kedua, tabel diatas menunjukkan sebanyak 79% siswa kategori A
memiliki kesadaran diri yang tinggi, sementara kategori B sebanyak 77%. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa siswa dengan kecerdasan spiritual
yang cukup tinggi memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi pula. Apabila
siswa memiliki kesadaran diri yang tinggi, maka akan mudah baginya untuk
belajar dari kesalahan di masa lalu dan tidak mengulang kembali. Juga akan
mudah baginya untuk membedakan hal yang baik dan buruk.
Dari
indikator ketiga, tabel diatas menunjukkan sebanyak 75% siswa kategori A mampu
menghadapi dan memanfaatkan penderitaan, sementara dalam kategori B sebanyak
52%. Data ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa siswa dengan kecerdasan
spiritual yang cukup tinggi akan mampu menghadapi dan memanfaatkan penderitaan,
termasuk aturan dan kedisiplinan yang diterapkan sekolah. Dapat dilihat adanya
perbedaan yang cukup signifikan antara kategori A dan B, yaitu sebanyak 23%.
Hal itu disebabkan oleh banyaknya siswa kategori B (81,25%) yang menyatakan
ketidaksukaannya terhadap penambahan peraturan oleh sekolah. Berkaitan dengan
disiplin, memang tidak mudah untuk menjalani sebuah peraturan, namun perlu
pembiasaan karena dibalik semua peraturan, pasti ada tujuan yang bermanfaat.
Dari
indikator keempat, tabel diatas menunjukkan sebanyak 77% siswa kategori A mampu
menghadapi dan melampaui rasa sakit, sementara dalam kategori B sebanyak 64,5%.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa siswa dengan kecerdasan spiritual
yang cukup tinggi akan mampu menghadapi dan melampaui rasa sakit. Apabila siswa
mampu melakukan hal tersebut, akan mudah baginya untuk mengatasi rasa sakit,
bukan hanya fisik, tapi juga yang non-fisik seperti mental.
Dari
indikator kelima, tabel diatas menunjukkan sebanyak 87,5% siswa kategori A
mempunyai kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai (dalam hal ini
berkaitan dengan motivasi dan cita-cita), begitu juga dengan siswa kategori B.
Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam hal visi, nilai, dan motivasi hidup,
terdapat persamaan antara kategori A dan B. Apabila hidup seseorang diilhami
oleh visi dan nilai, maka akan mudah untuk mencapai apa yang menjadi
harapannya. Juga hidupnya tidak terombang-ambing mengikuti arus yang tak tentu
arah.
Dari
indikator keenam, tabel diatas menunjukkan sebanyak 95,3% siswa kategori A
enggan untuk melakukan kerugian yang tidak perlu, sementara dalam kategori B
sebanyak 62,5%. Dapat dilihat adanya perbedaan yang cukup signifikan antara
kategori A dan B yaitu sebanyak 32,8%. Hal tersebut terjadi karena hanya 50%
siswa kategori B yang menerima sebuah peraturan baru, serta tidak adanya siswa
kategori A yang lebih memilih disebut sebagai ‘trouble maker’ dari pada ‘nerd’.
Fakta ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa siswa dengan kecerdasan
spiritual yang cukup tinggi memiliki rasa enggan untuk melakukan kerugian yang
tidak perlu. Siswa yang memiliki pola pikir seperti itu cenderung akan selalu
mematuhi peraturan yang ada. Ia tahu mana hal yang berguna dan mana yang merugikan.
Dari
indikator ketujuh, tabel diatas menunjukkan sebanyak 93,7% siswa kategori A
mampu berpikiran holistik, sementara dalam kategori B sebanyak 79%. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa siswa dengan kecerdasan spiritual
yang cukup tinggi akan mampu berpikiran holistik, yang dalam kuisioner,
pertanyaan mengarah kepada hubungan antara kedisiplinan dengan masa depan
siswa. Apabila siswa mampu berpikiran holistik, akan mudah baginya untuk
melihat sisi lain dari sebuah peraturan, seperti manfaatnya.
Dari
indikator kedelapan, tabel diatas menunjukkan sebanyak 79% siswa kategori A
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sementara dalam kategori B sebanyak 75%.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa siswa dengan kecerdasan
spiritual yang cukup tinggi akan semakin memiliki rasa ingin tahu terhadap
suatu hal. Siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tidak akan
semata-mata menjalankan, tapi ia juga mengetahui tujuan serta manfaat dari
sebuah peraturan. Dengan demikian, akan mudah baginya untuk menaati peraturan
tersebut.
Dari
indikator kesembilan, tabel diatas menunjukkan sebanyak 81,3% siswa kategori A
mampu bekerja dalam bidang mandiri, sementara dalam kategori B sebanyak 66,7%.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa siswa dengan kecerdasan
spiritual yang cukup tinggi akan mampu bekerja dalam bidang mandiri. Ia tidak
akan kesulitan apabila dihadapkan pada suatu kondisi yang mengharuskannya hidup
disiplin dan mandiri.
Dapat
dilihat bahwa hampir di seluruh indikator, siswa kategori A memiliki persentase
yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kategori B. Hal tersebut
membuktikan bahwa kecerdasan spiritual seseorang berpengaruh pada persepsi dan
perilaku disiplinnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Kesimpulan dari
penelitian ini adalah kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap persepsi siswa
tentang kedisiplinan. Persepsi tersebut juga mempengaruhi perilaku disiplin
siswa di sekolah.
B.
Saran
Saran yang dapat
diberikan oleh penulis adalah:
1.
Bagi pihak sekolah,
disarankan untuk terus mengasah kecerdasan spiritual siswa dan menjunjung tinggi
nilai kedisiplinan.
2.
Bagi peneliti
selanjutnya, disarankan untuk meneliti tentang peranan kecerdasan spiritual
terhadap aspek selain kedisiplinan yang dapat berguna bagi masyarakat luas.
Juga disarankan untuk menyebarkan kuisioner kepada orang tua untuk meneliti
tentang penerapan nilai-nilai spiritual di lingkungan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian,
Ary Ginanjar. 2006. ESQ Emotional
Spiritual Quotient. Jakarta: Penerbit Arga.
Bahasa,
Pusat. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Dunia Psikologi. 2012.
Persepsi: Pengertian, Definisi dan Faktor yang Mempengaruhi. http://www.duniapsikologi.com/persepsi-pengertian-definisi-dan-faktor-yang-mempengaruhi/
diakses pada tanggal 2 Oktober 2012 pukul 17.46 WIB
Haryati,
Yanthi. 2004. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi
dan Pelanggaran Disiplin Sekolah Pada Remaja. Depok: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Nafis, M. Wahyuni. 2006. 9 Jalan Pintar Emosi dan Spiritual.
Jakarta: Penerbit Hikmah.
Sekuler, Robert & Randolph Blake. 2002. Perception. Jakarta: Salemba Empat.
SMP
Lazuardi Insan Kamil. Indikator
Kecerdasan Spiritual Pada Siswa. http://lazuardiinsankamil.blogspot.com/2010/11
/indikator-kecerdasan-spiritual-pada.html. Diakses pada tanggal 27
September 2012 pukul 20.06 WIB.
Susanti,
Hendra. 2006. Peranan Orang Tua Dalam
Membina Kecerdasan Spiritual Anak Dalam Keluarga. (http://www.scribd.com/doc/28251068/11482349-Membina-Kecerdasan-Spiritual-Anak
diakses pada tanggal 19 September 2012)
Susilowati,
Harning Setyo. 2005. Pengaruh Disiplin
Belajar, Lingkungan keluarga dan Lingkungan Sekolah
Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X Semester 1 Tahun Ajaran 2004-2005 SMAN
1 Gemolong Kabupaten Sragen. (http://dc352.4shared.com/doc/kCjC9VL3/preview.html diakses pada tanggal 18 September 2012)
No comments:
Post a Comment