Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui apakah limbah kulit telur dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk organik khususnya pada tanaman cabai (capsicum sp). Penelitian
ini dilakukan pada tanggal 9 Oktober-29 Oktober 2012. Penelitian ini
didesain secara eksperimen dan observasi, yaitu dengan cara mengujicobakan
pupuk organik berbahan dasar limbah kulit telur kepada tanaman cabai. Kemudian
mengamati pertumbuhan tanaman cabai secara berkala setelah diberikan pupuk yang
berbahan dasar limbah kulit telur. Pengamatan tersebut akan dilakukan selama 2
minggu. Hasil penelitian menunjukan bahwa limbah kulit telur dapat digunakan
sebagai pupuk organik khususnya pada tanaman cabai. Pupuk organik yang berbahan
dasar limbah kulit telur dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan membuat tanah
menjadi gembur.
Kata Kunci: Kulit telur, Pupuk
organik, Tanaman cabai
1.
Latar Belakang
Salah
satu bahan makanan hewani selain daging, ikan, dan susu adalah telur. Telur
yang biasanya menjadi bahan makanan ini sudah tidak asing lagi dikalangan
masyarakat. Telur dikonsumsi oleh masyarakat karena mengandung zat-zat yang
penting bagi tubuh sebagai sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang
cukup lengkap sehingga dapat membantu memperlancar proses-proses metabolisme
pada tubuh. Kandungan proteinnya menyumbang gizi yang diperlukan dalam fase
pertumbuhan seseorang.
Di
balik semua zat yang terdapat pada daging telur, ternyata kulit telur juga
memiliki zat yang bermanfaat khususnya dibidang pertanian. Limbah kulit telur
yang selama ini terlihat seperti sampah ternyata memiliki banyak manfaat, Salah
satunya adalah menjadi pupuk organik. Di dalam kulit telur terdapat kandungan
kalsium yang cukup tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada
tanaman. Kulit telur mengandung komposisi utama CaCO3 yang akan menjadi limbah
dan bisa menyebabkan polusi karena aktivitas mikroba di lingkungan. Kandungan
kalsium (Ca) yang terdapat pada kulit telur
dapat merangsang pembentukan bulu akar, mengeraskan batang tanaman, dan
merangsang pembentukan biji. Sejauh ini limbah kulit telur belum dimanfaatkan
dibidang pertanian. Padahal 97% kandungan kalsium pada kulit telur berpotensi
sebagai pupuk organik.
Tingkat
konsumsi cabai di Indonesia terbilang cukup tinggi dan cenderung meningkat
setiap tahun. Secara umum, permintaan cabai didominasi oleh konsumen rumah
tangga dan industri pengolahan cabai. Tingginya kebutuhan cabai segar dan cabai
untuk industri belum mampu diimbangi oleh ketersediaan produksi cabai dalam
negeri oleh petani. Jumlah produksi cabai nasional cenderung naik turun akibat
cuaca ekstrim serta tingkat serangan hama dan penyakit yang cukup tinggi. Oleh
karena itu petani membutuhkan perawatan khusus untuk tanaman cabai yang dapat
mengurangi hal-hal yang dapat menghambat pertumbuhan cabai dan memperbaiki
kualitas cabai itu sendiri. Tanaman cabai sudah lama dikenal oleh masyarakat
sebagai pemberi rasa pedas pada masakan atau makanan. Oleh karena itu, tanaman
ini menjadi identik dengan rasanya yang pedas. Cabai digolongkan menjadi cabai
besar (Capsicum annum) dan cabai kecil (Capsicum frutescens) yang
lebih dikenal dengan cabai rawit.
Pengkajian
manfaat limbah kulit telur patut dikembangkan sebagai salah satu solusi
dibidang pertanian karena limbah kulit telur ayam dapat dimanfaatkan dalam
pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu dalam karya ilmiah ini akan diteliti
pemanfaatan kulit telur sebagai pupuk organik dalam pertumbuhan tanaman cabai.
2.
Metode
Penelitian
Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah eksperimen dan observasi dimana eksperimennya menggunakan
variabel bebas, variabel terikat dan variable kontrol. Variabel bebas berupa
pupuk organik yang berasal dari limbah kulit telur, variabel terikat berupa
tanaman cabai yang diberi perlakuan dan variabel kontrol berupa tanaman cabai
yang tidak diberi perlakuan. Observasi yaitu dengan cara mengujicobakan pupuk
organik berbahan dasar limbah kulit telur kepada tanaman cabai. Kemudian
mengamati pertumbuhan tanaman cabai secara berkala setelah diberikan pupuk yang
berbahan dasar limbah kulit telur. Pengamatan tersebut akan dilakukan selama 2
minggu yang tanamannya sudah berusia 2 bulan.
Tanaman F
(cm)
|
Tanaman G
(cm)
|
Tanaman H
(cm)
|
Tanaman I
(cm)
|
Tanaman J
(cm)
|
||||||
Hari ke-1
|
TT
|
JD
|
TT
|
JD
|
TT
|
JD
|
TT
|
JD
|
TT
|
JD
|
54.5
|
46
|
28
|
34
|
21
|
9
|
30
|
25
|
20
|
59
|
|
Hari ke-7
|
55.5
|
43
|
29
|
40
|
21
|
10
|
31.5
|
23
|
20.5
|
57
|
Hari ke-9
|
56
|
47
|
30
|
41
|
22.5
|
10
|
32
|
25
|
21
|
53
|
Hari ke-11
|
57
|
50
|
31
|
42
|
23
|
11
|
32
|
26
|
22
|
46
|
Hari ke13
|
57
|
54
|
33.5
|
48
|
23
|
12
|
33.5
|
27
|
22.5
|
48
|
Hari ke-15
|
58.5
|
56
|
34
|
45
|
24.5
|
14
|
35
|
29
|
23
|
50
|
Hari ke-17
|
58.5
|
62
|
35.5
|
40
|
25
|
13
|
35.5
|
25
|
23
|
51
|
Hari ke-19
|
60
|
60
|
38
|
43
|
25.5
|
16
|
38
|
20
|
23.5
|
49
|
Hari ke-21
|
62
|
64
|
40
|
46
|
26
|
19
|
40
|
18
|
24.5
|
53
|
Alat
dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)
Tanaman
Cabai (Capsicum sp.)
2)
Limbah
kulit telur
3)
Penggaris
Adapun prosedur
penelitian meliputi sebagai berikut:
1)
Sangrailah
sisa limbah kulit telur hingga berwarna kehitam-hitaman
2)
Setelah
itu, tumbuk hasil rangrai hingga halus
3)
Terakhir
taburkan 83 gr pupuk organik yang terbuat dari limbah kulit tersebut pada
sekitar tanaman cabai
3.
Hasil Penelitian
dan Pembahasan
Selisih
dan Rata-rata selama 2 minggu
|
|||
Tinggi
Tanaman
|
Jumlah
Daun
|
Selisih
Tinggi tanaman
|
|
Tanaman
A
|
34.7
cm
|
17
|
11.5
|
Tanaman
B
|
43.2
cm
|
92
|
14
|
Tanaman
C
|
40.1
cm
|
53
|
17
|
Tanaman
D
|
40.7
cm
|
67
|
14
|
Tanaman
E
|
31.2
cm
|
27
|
17.5
|
Tanaman A
(cm)
|
Tanaman B
(cm)
|
Tanaman C
(cm)
|
Tanaman D
(cm)
|
Tamanan E
(cm)
|
||||||
Hari ke-1
|
TT
|
JD
|
TT
|
JD
|
TT
|
JD
|
TT
|
JD
|
TT
|
JD
|
28.5
|
11
|
36
|
68
|
30
|
28
|
32
|
55
|
22.5
|
23
|
|
Hari ke-7
|
30
|
12
|
38
|
84
|
32
|
35
|
37.5
|
58
|
25
|
24
|
Hari ke-9
|
32
|
13
|
40
|
87
|
36
|
38
|
38
|
67
|
27.5
|
23
|
Hari ke-11
|
34
|
16
|
42.5
|
89
|
38.5
|
49
|
39
|
69
|
29
|
27
|
Hari ke-13
|
35.5
|
18
|
44
|
98
|
40.5
|
56
|
41
|
64
|
32
|
28
|
Hari ke-15
|
36
|
21
|
44.5
|
105
|
45
|
64
|
43.5
|
70
|
33.5
|
31
|
Hari ke-17
|
37
|
23
|
46
|
103
|
46
|
69
|
44
|
75
|
35
|
29
|
Hari ke-19
|
39.5
|
22
|
48
|
100
|
46.5
|
73
|
45.5
|
79
|
37
|
33
|
Hari ke-21
|
40
|
24
|
50
|
101
|
47
|
67
|
46
|
71
|
40
|
30
|
Penelitian
dimulai dari tanggal 09 Oktober 2012. Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu
yang pengukuran pertumbuhannya diambil setiap 2 hari sekali. Berikut adalah
data dari hasil pengamatan pertumbuhan tanaman cabai:
Tabel 3. Tabel Pertumbuhan tanaman cabai
yang diberi perlakuan pupuk organik dari limbah kulit telur
Tabel 4. Tabel Pertumbuhan tanaman cabai
yang tidak diberi perlakuan pupuk organik dari limbah kulit telur
Tabel 5. Tabel Selisih dan rata-rata
pertumbuhan tanaman cabai dengan perlakuan selama 2 minggu
Selisih dan Rata-rata selama 2
minggu
|
|||
Tinggi Tanaman
|
Jumlah Daun
|
Selisih Tinggi tanaman
|
|
Tanaman F
|
57.6 cm
|
53
|
7.5
|
Tanaman G
|
33.2 cm
|
42
|
12
|
Tanaman H
|
23.5 cm
|
12
|
5
|
Tanaman I
|
34 cm
|
24
|
10
|
Tanaman J
|
22.2 cm
|
51
|
4.5
|
Tabel
6. Tabel Selisih dan rata-rata
pertumbuhan tanaman cabai yang tidak diperlakukan selama 2 minggu
Pembahasan:
Pertumbuhan tanaman akan sangat
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, cahaya dan keadaan cuacanya. Selain itu
pertumbuhan tanaman juga sangat dipengaruhi oleh perawatan, salah satunya
adalah pemberian pupuk dan pemberian air setiap harinya secara teratur.
Pupuk
organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan
organik yang berasal dari tanaman atau
hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang
mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah.
Penelitian ini menggunakan pupuk yang berbahan dasar limbah
kulit telur. Berdasarkan teori, kandungan kalsium (Ca) yang terdapat pada kulit
telur dapat merangsang pembentukan bulu akar, mengeraskan batang tanaman, dan
merangsang pembentukan biji. Selain itu kalsium pada kulit telur juga
berpotensi besar untuk
dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi tanaman.
Hasil
penelitian dapat dilihat pada tabel 3 dan 4, dimana tabel 3 merupakan tabel
pertumbuhan tanaman cabai yang diberi perlakuan pupuk organic dari limbah kulit
telur sedangkan tabel 4 merupakan tabel pertumbuhan
tanaman cabai yang tidak diberi perlakuan pupuk organik dari limbah kulit
telur. Kedua tabel diatas menunjukan bahwa
pertumbuhan tanaman cabai yang diberikan pupuk limbah kulit telur ternyata
lebih cepat dibandingkan tanaman cabai yang tidak diberikan pupuk. Selain
berdasarkan pertambahan tinggi tanaman, pertumbuhan tanaman cabai juga dilihat
dari bertambahnya jumlah daun antara tanaman cabai yang diberi pupuk organik
dan yang tidak diberikan pupuk organik. Selisih dan rata-rata perbandingan
pertambahan tinggi tanaman dan pertambahan jumlah daun antara tanaman cabai
yang diberi pupuk organik dengan yang tidak diberi pupuk organik dapat dilihat
pada tabel 5 dan 6.
Pada tabel ke 5 dan 6 menjelaskan
selisih dan rata-rata pertambahan tinggi dan jumlah daun pada tanaman cabai
selama dua minggu. Tanaman A (tanaman yang diperlakukan) setelah diukur dua
minggu, tinggi batangnya menjadi 34.7 cm. Sebelum diberikan pupuk, tanaman
tersebut tingginya 28.5 cm. Tanaman B (tanaman yang diperlakukan) setelah
diukur dua minggu, tingginya menjadi 43.2 cm. Sebelum diberikan pupuk, tanaman
tersebut tingginya 36 cm. Selain tanaman A dan tanaman B, tanaman C (tanaman
yang diperlakukan) setelah diukur dua minggu, tinggi batangnya adalah 40.1 cm.
Padahal tinggi batang sebelum diberikan pupuk adalah 30 cm. Untuk tanaman D dan
E juga sama, setelah diukur dua minggu tinggi tanamannya menjadi 40.7 cm dan
31.2 cm berturut-turut. Sedangkan untuk Tanaman F (tanaman yang tidak diberi
perlakukan) juga tetap tumbuh, tetapi tidak secepat tanaman yang diperlakukan.
Tanaman F yang tinggi awalnya 54,4 cm setelah dua minggu tumbuh menjadi 57.6
cm. Dapat dilihat pada tabel 4 , jumlah daun tanaman F di hari pertama yang
tadinya 46 menjadi 43. Hal ini sangat wajar jika terjadi disuatu penelitian
karena daun yang kelihatannya sudah tidak segar, layu atau mati akan lebih
mudah rontok. Oleh karena itu jumlah daun pada tanaman cabai tidak tetap atau
tidak selalu bertambah setiap hari. Kerontokan daun selain disebabkan oleh
dipupuki atau tidaknya suatu tanaman adalah keadaan lingkungan atau cuaca.
Akhir-akhir ini musim hujan lebih sering terjadi dibandingkan dengan musim
panasnya, karena keadaan yang terus menerus berubah dan tidak dapat di prediksi
ini tanamanpun menjadi susah untuk berkembang dan menyesuaikan.
Tanah pada tanaman cabai yang tidak
diberi perlakuan terlihat lebih keras dan kurang gembur. Sementara tanaman
cabai yang diberikan pupuk terlihat memiliki struktur tanah yang lebih gembur
sehingga memiliki daya simpan air yang tinggi. Pemberian pupuk organik pada
tanaman cabai juga dapat membuat tanaman menjadi lebih tahan terhadap penyakit
atau hama tanaman dan dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang
menguntungkan.
Hal
lain yang dapat dilihat sebagai perbandingan antara tanaman yang diberi pupuk
dengan yang tidak diberi pupuk adalah tanaman yang diberi pupuk tanahnya akan
terlihat lebih gembur, daun yang awalnya keriting menjadi membaik. Tanaman yang
diberi pupuk akan menghasilkan daun yang cukup kuat karena kandungan kalsium
yang terdapat pada kulit telur sebagai pupuk organik mampu untuk memperbaiki
struktur tanaman yang rusak atau lemah sehingga daun tersebut tidak mudah
rontok atau jatuh. Sebaliknya, tanaman yang tidak diberikan pupuk akan membuat
daun lebih mudah untuk rontok dan layu.
4.
Kesimpulan
Limbah
kulit telur dapat dijadikan sebagai pupuk organik karena mengandung kalsium
(Ca). Pupuk limbah kulit telur juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman cabai
sehingga tanaman yang diberikan pupuk pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan
dengan tanaman yang tidak diberikan pupuk. Selain itu, pupuk limbah kulit telur
ini juga mampu merubah tanah menjadi lebih gembur.
5.
Saran
Untuk penelitian selanjutnya
disarankan untuk terlebih dahulu memilih tanaman cabai yang tinggi dan usianya
sama, agar lebih mudah untuk dibandingkan. Selain itu, pilihlah tanaman cabai
yang masih berusia muda.
6.
Daftar Pustaka
DR,
Purwa.2007.Budi Daya Cabai Hibrida.
Jakarta: PT Agromedia Pustaka
Redaksi
Agro Media, 2007
Redaksi
Agro Media, 2008
Rostini,
Neni. 2012. 9 Strategi bertanam cabai
bebas hama dan penyakit. Jakarta: AgroMedia
No comments:
Post a Comment